Selasa, 23 Juni 2015

MENANTI IBA PENYAMBUNG HIDUP
Matahari belum sepenuhnya keluar dari persembunyiannya setelah semalam penuh kehadirannya digantikan oleh sang rembulan, tetapi rutinitas Muhammad Saleh telah dimulai semenjak azan subuh berkumandang di mesjid yang tak jauh dari rumahnya. Beliau memulai harinya dengan selalu bersujud di hadapan sang pencipta, memohon petunjuk atas semua masalah dan keluh kesahnya juga tak lupa memohon agar rezekinya hari ini diperlancar
Mentari perlahan mulai keluar dan memancarkan cahaya kehidupan untuk semua makhluk hidup dibumi begitu juga untuk Muhammad saleh dan istrinya Rosmini. Mereka berdua bekerja untuk menghidupi ketiga anaknya yang masih menduduki bangku sekolah. Muhammad Saleh sehari-hari mencari rezeki dengan menunggu belas kasihan setiap orang yang lewat didepannya. Setiap harinya beliau duduk bersila menunggu seseorang dengan rasa iba dan memberikan sejumlah rupiah untuknya. Meminta-minta menjadi satu-satunya  pilihan ketika fisiknya yang cacat sudah tak mampu mengerjakan apa-apa lagi. Muhammad Saleh mengalami cacat karena beberapa tahun lalu kaki kirinya diamputasi karena terlambat mendapat pengobatan medis juga salah satu faktornya karena biaya. Sebelum kakinya diamputasi Muhammad Saleh sempat bekerja menjadi tukang becak dan tukang parkir bahkan sempat menjadi guru mengaji di desanya, sedangkan istrinya Rosmini bekerja sebagai penyapu jalanan.
Hari ini seperti biasanya Muhammad Saleh bangun lebih awal kemudian membangunkan istri dan anak-anaknya untuk menunaikan sholat berjamaah. Hari mereka selalu selalu dimulai dengan bersujud dihadapan sang khalik.
“bu bangun sudah waktunya sholat subuh jangan lupa bangunkan juga anak-anak” katanya kepada sang istri
“Iya pak bapak ambil wudhu duluan” jawab sang istri
Kemudian mereka meninggalkan tempat tidur yang hanya beralas tikar yang sudah berpuluh tahun mereka gunakan. Muhammad Saleh menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu sedangkan Rosmini menuju kamar anaknya untuk dibangunkan agar ikut sholat berjamaah bersama mereka. Anak mereka sebenarnya ada lima tetapi karena dua anak sulung mereka perempuan dan keduanya telah berkeluarga ikutlah mereka dengan suami mereka masing-masing, sedangkan tiga anaknya yang masih tinggal bersama mereka yaitu Irwan anak ketiga dan telah duduk dibangku kelas 2 SMA, yang keempat Mirna yang dekat-dekat ini akan menginjakkan kaki di dunia putih abu-abu dan yang sulung Adi kelas 5 SD.
“anak-anak bangun sudah waktunya sholat subuh bapak sudah menunggu” ujar Rosmini segera membangunkan ketiga anaknya.
Mirna dan Adi segera bergegas bangun meninggalkan tempat tidur mereka, dan anaknya yang paling susah dibangunkan yaitu Irwan. Rosmini harus berulang kali membangunkannya baru Irwan meninggalkan tempat tidur.
Hidup mereka sangat sederhana rumah petak yang mereka tinggali juga hanya disewa itupun sudah dikurangi harganya oleh sang pemilik karena merasa iba kapada keluarga Muhammad Saleh.
Setelah semua selesai mengambil air wudhu, sholat berjamaah pun dilaksanakan. Selesai sholat semuanya bergegas ke kegiatan masing-masing, ketiga anaknya bergantian mandi untuk bersiap-siap ke sekolah sedangkan Rosmini menyiapkan sarapan ala kadarnya yaitu ubi rebus dan teh manis hangat itupun tak setiap hari kadang ada kadang pula mereka tidak sarapan. Muhammad Saleh juga telah menyiapkan papan menyerupai bangku yang dimodifikasi dengan empat roda dibawahnya yang bisa membawanya pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Setelah semuanya siap mereka sarapan bersama dengan makanan seadanya tapi kebersamaan itu sungguh menghangatkan keluarga mereka. Saat sarapan tiba-tiba tukang bentor langganan Muhammad Saleh datang untuk menjemputnya dan mengantar Muhammad Saleh ke tempat biasanya beliau menunggu rezekinya.
“Kalau begitu bapak berangkat duluan yah, tukang bentornya sudah datang tidak enak kalau membuat orang menunggu terlalu lama” ujar Muhammad saleh kepada istri dan anak-anaknya
Kemudian Muhammad Saleh meninggalkan rumah paling awal. Tak lama setelah Muhammad saleh meninggalkan rumah ketiga anaknya juga berpamitan untuk menuju kesekolah mereka masing-masing, terkeuali Adi yang berangkat kesekolah bersama dengan ibunya karena arah sekolah dan tempat kerja ibunya searah.
Setelah hampir lima belas menit melewati jalanan kota yang mulai macet karena aktivitas seluruh penduduknya, akhirnya Muhammad Saleh sampai di tempat biasanya menjemput rezeki. Setiap harinya beliau hanya bisa seperti ini menunggu dan menunggu belas kasihan setiap orang yang lewat didepannya. Hampir setiap hari pula Muhammad Saleh mendapat cibiran dan cemohan dari sebagian orang yang ditemuinya, tapi hal tersebut tak pernah beliau masukkan dalam hatinya karena beliau sadar bahwa kekurangannya memang tak bisa disembunyikan didepan orang banyak. Setiap harinya Muhammad Saleh bisa memdapatkan uang seratus ribu rupiah dan paling sedikit yaitu enam puluh ribu rupiah, uang tersebut tentunya masih jauh dari kata cukup untuk kehidupan sehari-harinya belum lagi uang makan dan untuk uang anak-anaknya tetapi mereka sekeluarga selalu mensyukuri seberapapun nikmat yang diperoleh.
Saat waktu sholat tiba tak pernah Muhammad Saleh meninggalkan sholat walaupun dengan keadaan terbatas beliau selalu berusaha menjalankannya.
Pada suatu waktu, di saat waktu sholat dzuhur Muhammad Saleh terjatuh dari tempat duduk rodanya, beliau tak bisa bergerak hampir semua orang hanya melihatinya karena padatnya jalan raya tapi ada satu orang yang berbesar hati menolongnya dan membantu beliau kembali naik duduk di papan rodanya.
“bapak kenapa bisa sampai terjatuh” ujar seseorang yang menolongnya
“ini tadi ada batu terus jalannya berlubang jadi papan roda saya terbalik dan saya tidak bisa mengendalikannya lagi” jelas Muhammad Saleh kepada orang tersebut
“lain kali hati-hati pak apalagi ini dipinggir jalan banyak kendaraan yang bisa saja mencelakai bapak” tambah si penolong
Kemudian Muhammad Saleh berterimah kasih kepada orang  yang telah menolongnya, bahkan orang tersebut tidak hanya menolong Muhammad Saleh kembali ke papan rodanya tetapi juga memberikan sejumlah uang karena merasa iba melihat Muhammad Saleh yang dengan segala kekurangannya masih tetap berusaha untuk mencari nafkah demi keluarganya. Orang tersebut seperti malaikat bagi Muhammad Saleh. Dengan segala kesenangan hati beliau melanjutkan perjalanannya menuju ke mesjid untuk menunaikan ibadan sholat dzuhur, tak lupa beliau bersyukur atas rezekinya hari ini.
Setelah selesai sholat, Muhammad Saleh kembali ketempat biasanya, kembali menunggu rezekinya datang. Begitu yang beliau lakukan berjam-jam tanpa lelah duduk menunggu. Saat waktu sholat tiba beliau selalu bergegas meninggalkan tempatnya.
Muhammad Saleh biasanya kembali ke rumah di saat sore menjelang magrib, sebelum pulang pun biasanya selalu saja ada masalah yang dihadapinya seperti keterlambatan bentor langganannya datang sehingga beliau kembali harus menunggu kadang kala beliau harus menunggu sampai magrib bahkan pernah juga beliau menunggu sampai isya. Tapi Muhammad Saleh tidak pernah marah dengan keadaan tersebut, beliau selalu berfikir positif
“mungkin saja dijalan sedang macet” ujarnya dalam hati.
Kadang juga ada preman  yang memalaki, sungguh tak berhati preman tersebut.

Sesampainya di rumah Muhammad Saleh disambut dengan penuh kehangatan oleh istri dan anaknya. Setelah membersihkan diri dari debu yang seharian penuh menempel dibadan beliau dan keluarga makan malam bersama kembali dengan makanan seadanya tapi dengan rasa syukur semuanya terasa nikmat. 

2 komentar: